LAMPUNG, (CL) – Pasangan calon petahana Gubernur Lampung Ridho Ficardo dan Bachtiar diduga telah melakukan tindak pidana dalam Pilkada Serentak 2018 di Lampung karena melibatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Bawaslu Lampung, Fatikhatul Khoiriyah, S.H.I., M.H kepada Jaringan Kerakyatan Lampung (JKL) saat melaporkan kegiatan kampanye terselubung yang melibatkan PNS. Hal ini disampaikan oleh Joni Fadli, Ketua JKL seusai melaporkan kasus tersebut di Bawaslu Lampung, Bandar Lampung, Selasa (27/3/2018).
“Siang ini kami melaporkan ke Bawaslu Yustin, istri Ridho Ficardo, Ir. Catur Agus Dewanto, pejabat eselon III Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Lampung; Drs. Yosrinaldo Syarif, pejabat di Pengadilan Agama Bandar Lampung dan Diona Pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung,” ujarnya.
Laporan JKL terkait kampanye terselebung dengan memobilisasi PNS dan diduga acara tersebut menggunakan dana APBD Lampung.
JKL diterima langsung oleh para pimpinan Bawaslu Bandar Lampung, Iskardo P. Panggar dan Adek Asy’ari, “Karena ada kemungkinan besar terjadi tindak pidana Pilkada, maka hal ini harus segera dilaporkan ke Gakumdu,” ujarnya.
Dilaporkan kampanye terselubung dilakukan dengan menggunakan anggaran APBD oleh Yustin, istri cagub petahana Ridho Ficardo, Ir. Catur Agus Dewanto, pejabat eselon III Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Lampung; Drs. Yosrinaldo Syarif, pejabat di Pengadilan Agama Bandar Lampung dan Diona Pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.
“Kami lengkapi dengan foto konsolidasi paskibra di sebuah hotel di Bandar Lampung baru-baru ini,” ujar Joni Fadli.
Sanksi Pada Cagub Petahana Sanksi pada cagub petahana diatur pada Pasal 70 ayat (1) Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibat kan (b) aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; Pada Pasal 71 ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Pada ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. (rls/red)