Beranda Daerah Kontraktor Jalan Nasional Diduga Gunakan Tanah Timbunan Tidak Miliki Izin IUP

Kontraktor Jalan Nasional Diduga Gunakan Tanah Timbunan Tidak Miliki Izin IUP

476
0
BERBAGI

Cahayalampung.com (Tulang Bawang) – Kerjasama operasional (KSO) PT Yasa Patria Perkasa – PT Ananda Pratama diduga menggunakan tanah timbunan dari galian yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).

Tanah dari galian yang diduga ilegal itu digunakan untuk proyek pembangunan jalan nasional sepanjang 33,4 kilometer (km).

Proyek dengan pagu Rp184 miliar itu dari Tugu BMW Kecamatan Simpangpenawar sampai Kecamatan Gedungaji Baru, Rawajitu, Kabupaten Tulangbawang.

Tempat penggalian tanah timbunan tersebut di Kampung Sidomulyo, Kecamatan Penawartama, Kabupaten Tulangbawang.

Saat dihubungi via WhatsApp, Rifani, General Manager KSO PT Yasa Patria Perkasa – PT Ananda Pratama, mengatakan material tanah galian diperoleh dengan cara beli putus dan diterima di lokasi dari suplier.

“Kewajiban administrasi tersebut tanggung jawab suplier, terkait izin IUP (izin usaha pertambangan), tentunya rekomendasi tersebut tidak akan diberikan ke kami, tetapi kepada supplier,” terang Rifani.

Lanjut Rifani, karena administrasi tersebut dilakukan oleh supplier, kami belum mendapatkan update lebih lanjut terkait rekomendasi dinas. “Kami akan lakukan pengecekan lebih lanjut ke supplier,” jelas Rifani kepada cahayalampung.com. Kamis (19-8-2021).

Sementara Agus Riadi, pengawas galian tanah mengatakan, memohon maaf kepada pemerintah dikarenakan galian tanah untuk penimbunan jalan nasional yang dikerjakan belum memiliki izin dari dinas terkait.

Terkait surat perjanjian yang dibuat bersama masyarakat soal perbaikan jalan yang rusak akibat kendaraan angkutan tanah, dia mengatakan segera memperbaiki saat pekerjaannya selesai.

Sedangkan tentang izin usaha galian golongan C, menurut Agus, sedang diurus melalui via online.

Ditempat terpisah, Seketaris Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Tulangbawang, Ardansah menerangakan, proses pembuatan izin IUP proyek di atas berada di Dinas Pertambangan Provinsi.

Sementara galian di lahan milik Singun, di kampung Sidomulyo, Kecamatan Penawartama, diduga hingga saat ini belum mengantongi izin usaha pertambangan.

“Yang terjadi di lokasi, ada aktivitas mengeluarkan material atau komoditas bahan galian tanah untuk penimbunan jalan nasional, sebagai pengelola ya harus memegang izin lengkap,” terang Ardan kepada wartawan, Senin (26-7-2021).

Izin yang dimaksud ialah IUP spesifik lagi dalam hal operasi produksi untuk penjualan. Kepemilikan IUP ini sebagai salah satu syarat pengelola untuk mengeluarkan dan menjual material di eks galian.

“Pihaknya belum bisa menyebutkan berupa apa sanksinya, karena keputusan itu kewenangan provinsi,” ucapnya.

Berdasarkan UU 4/2009 dan PP 23/2010, komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5 golongan. Yaitu mineral radioaktif antara lain radium, thorium, uranium. Mineral logam berupa emas, tembaga dan lainnya. Mineral bukan logam antara lain intan, bentonit. Kemudian batuan seperti andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, pasir urug. Selanjutnya batubara antara lain batuan aspal, batubara, gambut.

Ardan menjelaskan, mengacu pada aturan, revitaliasi eks galian bila dilihat dari undang-undang tersebut, termasuk dalam kategori pertambangan batuan. Selain IUP, pengelola wajib mematuhi ketentuan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaannya.

Ia pun mengutip ketentuan pidana pelanggaran UU 4/2009. Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.10 miliar.

“Selain itu, setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara, yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” papar Ardan. (CL/Red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here