JAKARTA, Kasus dugaan suap pinjaman dana PT SMI senilai Rp300 miliar yang menjerat Bupati Lampung Tengah non-aktif Mustafa terus menyasar ke beberapa pihak. Terbaru, KPK memanggil Ketua DPD Gerindra Lampung.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Gunadi akan dijadikan saksi untuk peran Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga (JNS). “Ia jadi saksi untuk JNS,” kata Febri dikonfirmasi rilis.id (Group rilislampung.id), Jumat (9/3/2018). Dikutip dari rilis.id.
Pengawal pribadi Mustafa bernama Erik Jonathan juga dipanggil KPK. Selain itu ada pula para pihak dari swasta yang akan dimintai keterangan untuk JNS. “Kurnain seorang kontraktor CV Kurnia Jaya, Rano seorang swasta dari CV Panji pembangunan dan seorang sopir bernama Rico juga dipanggil untuk menjadi saksi,” beber Febri.
Sebelumnya, penyidik KPK juga memeriksa empat Ketua Fraksi DPRD Lampung Tengah. Keempatnya adalah Ketua Fraksi Golkar, Roni Ahwandi, Ketua Fraksi PKS M. Ghofur, Ketua Fraksi PKB Iskandar, dan Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Rosidi.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Mustafa sebagai tersangka. Calon Gubernur Lampung nomor urut empat ini diduga terlibat tindak pidana suap berkaitan dengan pinjaman daerah pada APBD Lampung Tengah tahun 2018.
Tiga tersangka lainnya, yakni Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga, anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto dan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman.
Mustafa diduga secara bersama-sama menjadi pemberi suap kepada anggota DPRD Lampung Tengah agar menyetujui usulan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar.
Atas perbuatannya, Mustafa dan Taufik selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Natalis dan Rusliyanto sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rls/red)