LAMPUNG, (CL) – Sudah lama petani singkong di Provinsi Lampung mengeluhkan harga jual singkong yang semakin terpuruk dan terus anjlok. Harga singkong yang anjlok ini tentu berakibat hasil panen yang diperoleh tak lagi mampu menutupi semua biaya produksi yang telah dikeluarkan. Namun hingga saat ini pemerintah Provinsi Lampung gagal menata ulang harga singkong.
Sampai saat ini belum ada upaya yang signifikan dari Pemerintah Provinsi Lampung. Sebelumnya untuk mengatasinya anjloknya harga singkong Rp 500/kg, Gubernur Lampung M Ridho Ficardo beberapa waktu lalu hanya menyurati Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman dengan mengusulkan pembatasan atau pengurangan impor tapioka.
Menjawab hal ini, Afnan Malay, Staff Khusus Menteri Pertanian mengatakan, bahwa tidak semua persoalan di daerah bisa dibawa ke pusat untuk penyelesaian, sementara Gubernur berpangku tangan.
“Itu di Lampung ada pemerintahnya gak sih? Sudah dibangunkan infrastruktur, masakan cuma bisa kirim surat. Kekanak-kanakan banget,” ujarnya.
Afnan Malay sepakat, pemerintahan daerah seharusnya berpikir kreatif dengan mengajak semua stakeholder untuk membangun perkebunan singkong yang kuat sekaligus dengan industri pengolahan.
“Ada banyak investor yang tertarik investasi di Lampung. Herannya gak ada yang follow-up. Lah sekarang minta pemerintah pusat lagi yang untuk membatasi importasi singkong,” katanya.
Pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan Kementerian Pertanian sudah jelas akan berpihak pada petani dan hasil produksinya.
“Tapi pemerintahan setempat juga harus berperan. Gak cukup hanya mengeluh lewat berkirim surat,” katanya.
Namun demikian Afnan Malay optimis perkebunan singkong dan industrinya di Lampung akan bangkit dan segera bertumbuh kembali.
“Namun demikian dibutuhkan pemerintahan provinsi Lampung yang kuat dan mampu bekerjasama dengan semua pihak, yaitu petani, investor dan pemerintah. Sudah waktunya Lampung memiliki industri olahan singkong yang kuat untuk memasok kebutuhan dalam negeri dulu,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Lampung Mulyadi Irsan mengatakan, produksi singkong di Lampung berlimpah, namun harga jual selau rendah, membuat permasalahan yang tidak terus terpecahkan.
“Lampung disebut sentra produksi singkong, seharusnya membawa kesejahteraan petani singkong. Tapi harga tak kunjung berubah,” ujarnya.
Wakil Dewan Riset Lampung Andi Desfiandi menyebutkan, singkong produksi Lampung mampu menyuplai kebutuhan nasional mencapai 30 persen. Tetapi, ungkap dia, selama ini produksi melimpah tidak ada jaminan harga singkong ikut membaik.
Menurut dia, belum stabilnya harga singkong membuat produksinya menurun, karena petani singkong beralih ke tanaman lain yang lebih menjanjikan harganya. Saat ini harga singkong bisa anjlok hingga Rp 300 atau Rp 500 per kg, padahal harga pasaran sudah Rp 1.250 per kg.
Provinsi Lampung adalah produsen singkong terbesar saat ini di Indonesia. Pada tahun 2016 total produksi singkong Lampung tercatat 279.000 ton atau setara 13,2 persen dari produksi nasional. Produksi singkong nasional adalah terbesar nomor tiga di dunia setelah Nigeria dan Thailand, dengan total produksi singkong Indonesia mencapai 21,7 juta ton. Sebesar 0,8 juta ton untuk dikonsumsi langsung, 10 juta ton untuk industri pangan pakan, sisanya 10 juta ton untuk kebutuhan ekspor dan industri lainnya.
Sebanyak 30 persen kontribusi pertanian di Lampung Tengah adalah singkong. Namun, kini harga singkong jatuh. Padahal areal petani singkong di Lampung Tengah terbesar di Indonesia. Di Lamteng, 70 persen petani menanam singkong. Karenanya, diperlukan kebijakan pemerintah menentukan standar baku.
Sementara itu petani singkong di Lampung Timur mengeluhkan kerugian selama tahun 2016. Harga singkong anjlok lebih dari 50 persen atau jadi Rp350/ per kilogram dari sebelumnya Rp1.300 per kilogram,” ungkapnya.
*Importasi Singkong*
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita beberapa waktu lalu menyebutkan, Kemendag dan Kementerian Pertanian tengah menyiapkan aturan tata niaga singkong, yang terutama mengatur soal impor singkong. Aturan ini akan tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan).
“Tata niaga kita atur. Izin impor harus ada rekomendasi dan wajib serap (stok lokal dalam jumlah tertentu),” kata Enggar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Januari-April 2017, impor singkong Vietnam mencapai 1.234 ton dengan nilai 499,8 ribu dolar AS. Sedangkan pada April 2017 impor singkong mencapai 499,8 ton dengan nilai 94,6 ribu dolar AS. (red)