LAMPUNG, (CL) – Kota Bandarlampung minim kawasan serapan air, sehingga jalan protokol dan sejumlah tempat lainnya didaerah tersebut kerap terjadi banjir diserati tanah longsor.
“Banjir yang terjadi dikawasan pemukiman yang jauh dari sungai atau pantai biasanya disebkan oleh ketiadaan saluran dirainase pemukiman,” kata Ketua Pusat Studi Kota dan Daerah, Universitas Bandarlampung (UBL), IB Ilham Malik di Bandarlampung, Rabu (7/3/2018).
Dia mengatakan, biasanya disebabkan juga oleh minimnya kawasan resapan air, yang telah berubah fungsi menjadi pemukiman.
Pemukiman tersebut dilanjutkan, tidak menyediakan embung atau biopori biasa disebut juga peresepan air hujan.
“Lalu bila banjir terjadi di jalan protokol, kondisi drainase jalan rayanya tidak memadai atau rusak sehingga air tidak mengalir dengan baik dan keluar ke badan jalan,” kata dia.
Ia melanjutkan, akibat kerusakan itu air menggenangi jalan karena terperangkap, sehingga tidak mengalir dengan baik.
Apabila dikaitkan, dengan tata kota itu berarti masuk dalam tata guna lahan dan dalam sekala kota atau kawasan zona, sejauh ini Bandarlampung masih dalam penataan yang buruk.
Menurutnya, tata guna lahan serta tata kota di Bandarlampung masih mengalami masalah, karena penempatan kawasan pemukiman yang bisa mengokupasi lahan konservasi.
“Zona pemukiman dibangun oleh warga tanpa ada kesesuaian dengan konsep pemanfaatan lahan yang sudah diatur dalam rencana tata bangunan dan lingkungan,” kata dia.
Oleh sebab itu biasanya, penyebab banjir di sejumlah titik di Kota Bandarlampung yakni drainase jalan raya yang bermasalah.
“Kalau ditanya faktor mana yang paling dominan, perlu ada penelitian lebih lanjut. Tapi hal yang sudah sangat pasti adalah karena sistem drainase perkotaan kita dalam masalah,” kata dia.
Pemkot Bandarlampung harusnya sudah memiliki solusi pemecahan masalah itu, namun belum diterapkan dan sudah seharusnya pemerintah setempat mulai memperbaiki drainase tersebut. (rel/red)